Nov 28, 2007
Kangen Jidah
Secara sekarang dah bisa OL 24 jam, unlimited pulak berkat Fastnet, aku jadi intip2 blog2 Hana yang terbengkalai--sorry, kid!

Dan, nemulah satu postingan yang bikin hati miris.

Sudah setahun lebih dua bulan Jidah nggak sama kami lagi. Aku pikir, aku dah lebih bisa nrima. Ternyata, kayaknya gak. Dari semua mimpiku tentang Jidah, gak ada satupun yang mengijinkan Jidah bener2 pergi. Semua isinya tentang Jidah yang sakit atau hampir meninggal tapi selalu berhasil sehat lagi. Ada yang dengan usaha kerasku (mengobati atau apa gt), ada yang dengan begitu aja.

Kayaknya alam bawah sadarku masih berharap kejadian itu salah. Bahwa Jidah, yang dibawa ke rumah sakit masih dengan duduk di jok depan mobil Oomku, nggak pulang dalam keadaan tak bernyawa lagi.

Aku tau itu salah. Aku harus nerima takdir. Tapi, aku bener2 nggak nyangka. Jidah, yang sebelumnya pernah beberapa kali dibawa ke rumah sakit dengan ambulans, yang pernah koma dua hari lebih, yang pernah anjlok gula darahnya sampe 60 sebelum kakinya diamputasi, malam itu hanya sesak nafas biasa. Dibawa ke rumah sakit pun cuma supaya bisa dapet oksigen.

Dan, aku memilih di rumah karena menjaga Hana dan mau gantiin Mama jaga Jidah besok paginya di rumah sakit. Aku bilang ke Abi, "Bi, besok pagi2 anter aku ke rumah sakit ya. Soalnya Mama juga lagi gak sehat, biar bisa pulang dulu, istirahat."

Tapi, jam 22.50, Jidah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Dan, aku cuma bisa teriak kenceng--gak sadar kalo teriak sekenceng itu, bahkan sampe kedengeran sampe 5 rumah dari rumah kami. Aku gak ada di sana buat Jidah. Ya, aku nyesel. Nyesel banget.

Tapi, mungkin Allah memang menginginkan begitu. Entah kenapa, aku belum pernah sekali pun menemani keluargaku saat ruh mereka mennggalkan jasad. Pertama kali Nenek Buyutku, Jidah Condet begitu aku memanggilnya, meninggal kurang dari setengah jam setelah kami sekeluarga meninggalkan rumahnya. Kakekku, Njid, setengah jam setelah kami meninggalkan rumah sakit. Oomku, Oom Pipik, saat aku di perjalanan pulang dari kantor--pada waktu yang sama, tiba2 motor Abi dengan aku di boncengan nabrak batu di kawasan Sudirman tanpa sebab. Dan, yang terakhir Jidah.

Aku coba positif thinking aja. Jangan2 karena Allah tahu, aku akan lbh sulit nerima semua kalau aku menghadapi detik-detik terakhir kehidupan mereka.

Fiuh...keluar juga semua beban hatiku. Walo berlinang air mata nulisnya, aku lega.

Doain aku lebih kuat nerima kepergian Jidah ya...

Thanks, all.

Labels: , ,

 
ditulis oleh Nadiah Alwi - Write at Home Mom pada jam 22:29 | Permalink | 0 komentar
Nov 26, 2007
Kubikal di Kamarku

Labels: ,

 
ditulis oleh Nadiah Alwi - Write at Home Mom pada jam 12:00 | Permalink | 2 komentar
Nov 14, 2007
Reading Level
cash advance

Labels:

 
ditulis oleh Nadiah Alwi - Write at Home Mom pada jam 11:57 | Permalink | 0 komentar
Nov 13, 2007
Ternyata Aku Masih Harus Banyak Belajar...
Ingat jurnalku yang ini? Belakangan ini, aku baru menyadari bahwa aku masih harus banyak belajar...

Tapi, sepertinya yang kulakukan ada benarnya...

Kiat Rasululullah Dalam Mengantisipasi Marah :

1. Berusaha untuk diam ketika akan marah, Rasulullah bersabda, Jika engkau marah, maka diamlah. Jika engkau marah, maka diamlah.

2. Berlindung kepada Allah dari syetan yang terkutuk. Jika sedang marah, hendaklah berkata: A'udzubillahi minasy syaithanir rajim (artinya, aku berlindung kepada Allah dari syetan yang terkutuk).

3. Jika sedang marah, berusahalah untuk duduk. Jika ternyata masih marah, maka hendaklah berbaring. Rasulullah bersabda, Jika salah seorang kalian marah dan dia dalam keadaan berdiri, maka hendaklah duduk. Jika masih belum reda marahnya, maka hendaklah berbaring.

4. Berwudhu, sebab wudhu dapat memadamkan kemarahan. Rasulullah bersabda, Sesungguhnya, kemarahan itu berasal dari syetan. Dan syetan tercipta dari api. Dan sesungguhnya, api itu dapat dipadamkan dengan air Jika salah seorang diantara kalian marah, maka berwudhulah.

5. Keluar dari rumah guna menghidari pertengkaran.

(Dikutip dari sini)

Labels: , ,

 
ditulis oleh Nadiah Alwi - Write at Home Mom pada jam 01:22 | Permalink | 2 komentar
Nov 5, 2007
Kepergian Seorang yang Teramat Baik - KH Masyhuri Syahid MA
Semalam, aku dan keluarga menerima kabar duka cita dengan sangat terkejut. Sahabat dan guru Papa—seluruh keluargaku—dipangil oleh-Nya.

KH Masyhuri Syahid MA. Seorang ulama besar. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI

Seorang dengan penuh kebaikan, dengan suaranya yang lembut, dengan kaih sayangnya terhadap semua orang, dengan kesederhanaannya, akhirnya meninggalkan kami semua.

Aku mengenalnya pertama kali saat mengikuti TPA Daarul Qur'an yang diadakan di rumah beliau yang tak jauh dari rumahku. Terkadang beliau sendiri yang mengajar, terkadang guru yang lain.

Begitu banyak yang kupelajari dari beliau.

Namun, ada satu hal yang tak pernah kulupakan seumur hidupku.

Seorang ulama besar, mengantarku, anak seorang muridnya yang juga muridnya, pulang dengan becak bersama anaknya hanya karena aku belum dijemput dan beliau khawatir jika aku pulang sendiri. Kami bertiga duduk di atas becak, mengobrol.

Setelah itu, hubungan keluarga kami semakin dekat. Terlebih karena setiap minggunya beliau mengajar di Mushalla kecil di depan rumah Papa hingga penutupan pengajian sebelum Ramadhan terakhir kemarin. Ia tak pernah pilih-pilih dalam mengajar. Di mana pun beliau mau, tak peduli ke rumah si miskin atau si kaya. Dulu, ketika masih agak muda, beliau tak keberatan jika dijemput dengan motor. Kesederhanaan beliau menginspirasi kami semua.

Aku paling senang jika bertemu dengannya. Tak pernah ia melupakanku dan selalu mendo’akan jika bertemu. Hanya saja, aku menyesal, belakangan ini aku tak pernah lagi menyambangi rumah beliau seperti saat aku masih kecil dulu. Tapi, alhamdulillah kami beberpa kali bertemu di pernikahan atau saat melayat.

Tak kulupakan juga jasa beliau yang telah mengantar Kakek, Nenek dan Oomku dengan do’a saat mereka menghadap-Nya. Serta terima kasihku kepada beliau saat beliau menjadi saksi pernikahanku.

Hujan rintik-rintik pertanda seorang kekasih Allah telah pergi. Dan, baru saja, setelah rombongan pengantar jenazah beriringan di depan rumahku, langit tak lagi mendung.

Ya Allah, betapa ia orang baik dan penuh kasih. Aku tahu, Engkau sedang menerimanya dengan suka cita. Hanya, kumohon, hadiahilah kami dengan ulama lainnya yang sebaik dan setulus beliau, karena sekarang kami sangat kehilangan…belum dua puluh empat jam ia menutup mata untuk selamanya, kami sudah merindukannya…

Selamat jalan, Ustadz Masyhuri, terima kasih sudah menjadi penerang hati kami selama ini…

Labels: ,

 
ditulis oleh Nadiah Alwi - Write at Home Mom pada jam 13:17 | Permalink | 0 komentar
Nov 4, 2007
Anak Yatim
Kebetulan karena jurnal sebelum ini ngebahas tentang anak yatim, jadi pingin nanya...sebenernya batas usia seseorang bisa dibilang anak yatim itu sampe umur berapa ya?

Just wondering...dan penasaran.

Hmmm...

Labels:

 
ditulis oleh Nadiah Alwi - Write at Home Mom pada jam 01:42 | Permalink | 0 komentar