Jun 21, 2008
Empat Tahun Telah Berlalu
Badannya dah semakin besar dan tinggi. Padahal, dulu dia begitu kecil, mungil.

Walau diawali dengan kehebohoan gak penting--Mbak-nya Hana salah denger permintaan dan Hana numpahin susu di tempat tidur--, hari ini berlalu dengan indah.

Pagi, Hana langsung diajak Njidnya mengunjungi teman-teman yang gak seberuntung dia, mereka ada yang tak berayah, tak beribu, atau sama sekali tak berayah dan beribu.

Sementara, aku dan si Abi ngacir pake motor ke pasar rumput. Sesuai permintaan Hana, kami cari sepeda. Sepeda hadiah dari kakak-adiknya Abi waktu Hana berumur 2 tahun dah terlalu kecil. Apalagi di sekolahnya yang lama dia biasa naik sepeda roda empat ukuran sedang.

Sampai di toko pertama, kami naksir sepeda pink berban putih. Tapi, harganya jauh di atas budget--budgetnya hasil patungan aku, Abi, Njid dan Jidahnya Hana...hehehe. Kami cari-cari lagi di toko-toko lainnya. Sama. Di luar budget. Kami kembali ke toko pertama dan menemukan sepeda pink berban hitam yang budgetnya pas banget--setengah harga sepeda pink berban putih pilihan pertama tadi.

Niatnya, Abi pulang naik motor, aku naik taksi. Eh, sudah hampir 10 menit, tarif lama nggak ada yang lewat. Si penjual menyarankan supaya sepeda dibawa pulang pake motor. Duh, aku gak berani. Tapi, masih banyak yang harus dikerjakan di rumah. Jadi, ide si penjual terpaksa diterima.

Aku naik dulu ke boncengan, dan sepeda di balik sehingga stang ada di kiri dan bagian belakangnya di kanan. Sepanjang jalan, aku komat-kamit--berdo'a--sambil jadi navigator cerewet--sok-sok ngasih tau mobil depan ngasih sen kanan/kiri seakan si abi gak liat. Lama-lama pegel juga sih...huhu demi anak dikuat2in lah.

Dan, akhirnya, sampe juga di rumah. Hana menyambut dengan senyum takjub. Aku memang gak bilang tentang jadi-nggaknya rencana beli sepeda. Mau ngasih kejutan, gitu...

Hana langsung gak berhenti main sepeda. Baru berhenti waktu dikasih hadiah drum ala drumband sama adikku.

Sementara, aku dan Mama bikin kue-kue buat dibawa ke rumah Umminya Abi nanti malam.

Selesai bikin kue, aku, adikku, Hana, Njid dan Jidahnya pergi ke acara ultah anaknya sepupuku--dia lahir di hari yang sama dengan Hana, dia Subuh, Hana Maghrib. Ada Barney dan seorang MC. Hana jadi pengisi acara, mendongeng--thanks to Kakak2 di Dongeng Minggu, Hana jadi the most wanted pendongeng cilik di keluarga nih...hehehe.

Kami pulang jam setengah enam sore, habis itu langsung ke rumah Umminya Abi. Makan nasi uduk--sedep bener--, nyanyi ultah, potong kue. Dan, Hana beraksi. Mulai dari dongeng, nyanyi, menari. Jadi pusat perhatianlah secara cucu-cucu pendahulunya cowok semua.

Dari rumah Umminya Abi, kami pulang jam 9. Pertama, nganter adik ipar dulu ke Pejaten. Di Mampang, Hana teler, kecapekan, bobo.

Sekarang, dia dan si Abi dah bobo. Aku belum. Sejak semalem, aku terbayang hal-hal yang aku lewati waktu melahirkan Hana. Di antara hiruk-pikuk hari ini, setiap jamnya, aku terbayang kejadian pada jam itu.

Misalnya, jam dua dini hari, keluar bercak darah. Jam tiga lewat, sampai di Hermina Jatinegara. Jam tujuh pagi, minum susu. Jam dua belas siang, masih pembukaan 1. Jam dua siang, diinduksi dan mulai mencakar2 Abi dan diri sendiri. Jam lima sore kurang sepuluh menit, Oom Didi--dokter SPOG-ku--nyampe di rumah sakit. Jam 17.40, Hana keluar, IMD (Inisiasi Menyusui Dini), diadzanin, dibersihin. Jam 7 malem, aku pendarahan. Jam 12 malem baru bisa kembali ke kamar dan langsung tidur.

Ah, kenangan yang nggak akan pernah terlupakan.

Teman2, doakan ya, agar Hana menjadi anak yang baik, sholehah, bahagia dunia-akhirat. Amin.

Ya Allah, terima kasih atas keruniamu. Karenanya, aku mampu melewati segalanya. Subhanallah.

 
ditulis oleh Nadiah Alwi - Write at Home Mom pada jam 19:58 | Permalink |


0 Komentar: