Jujur, semenjak aku sakaw si Pinky (Asus eee), yang ada aku malah males nulis. Penah nyoba lanjutin cerpen yg udah 70%, stuck di penambahan 1/2 halaman saja.
Pernah sih nulis cerita pendek banget di sini. Tapi, ya, segitu doang...bener-bener puendek!
Hasrat untuk kembali menulis novel juga tinggi...tapi selama ini ngebayanginnya nulisnya pake si pinky.
Dua hari yang lalu, di salah satu forum, ada yang jual asus eee 2g dengan harga 2.5jt. Aku minta Abi kontak orang itu. Sayang, hanya ada warna hijau dan biru. Tadinya, jika harga bisa digoyang, sehingga kalopun aku kudu minjem sisa kekurangan tabunganku maka pinjaman itu gak terlalu besar, aku mau ambil yang hijau. Tapi, masih belum jodoh, si penjual gak mau mengurangi harga.
Ya sudah, belum rejeki. Aku sang penganut 'Everything happens for a reason' langsung berbaik sangka kepada Sang Pengatur segala. Ia ingin aku mendapatkan si Pinky dan tak ingin aku berhutang walau sedikit. Jadi, menunggu sepertinya lebih baik untukku. Ya, skenario yang indah, ya Rabb. Terima kasih.
Sampai semalam, keinginan menulis itu masih besar...dan masih hanya ingin kulakukan bersama si Pinky. Tapi, demi membaca postingan sahabatku yang produktif ini, aku tergugah.
Kenapa aku harus bergantung pada si Pinky? Toh selama ini, tanpanya, aku selalu bisa menulis. Kenapa aku jadi seperti anak manja yang merengek mainan kepada orang tua--bedanya ini aku merengek kepada diri sendiri hehe?
Jangan-jangan dengan aku semangat menulis, tabunganku untuk mendapatkan si Pinky justru bertambah. Buktinya, kemarin, honor cerpen di Femina bisa menutupi beberapa puluh persen kekurangan tabunganku.
Ya, aku harus menulis. Aku harus menulis!